13 September 2007

Sepak Bola, Demo, DPR...Capek Deh

Coba baca berita di bawah ini yang saya kutip dari Harian Sindo (13/09/07) milik MNC:

“Sementara itu, sebanyak 20 orang perwakilan Komunitas Pencinta Bola mengadu ke Fraksi PKB DPR kemarin. Mereka memprotes monopoli hak siar Liga Inggris oleh Astro. Ketua Komunitas Pencinta Bola M Iqbal mengatakan, tindakan Astro tersebut telah membatasi kesempatan masyarakat untuk memperoleh akses informasi, khususnya sepakbola. Menurut dia,kebijakan berlangganan tersebut sangat memberatkan bagi mereka. ”Bagi kami yang kebanyakan dari masyarakat miskin, uang sebesar Rp200.000 sangat memberatkan. Jangankan segitu, untuk makan saja kami susah,”kata Iqbal.

Menanggapi hal itu, Ketua FKB DPR RI Effendy Choirie mengatakan,monopoli hak siar Liga Inggris oleh Astro telah mengecewakan masyarakat pencinta sepak bola di Indonesia. Selain itu, Astro melakukan pelanggaran karena masuk ke Indonesia tanpa izin. ”Astro itu ibaratnya orang asing yang masuk ke Indonesia tanpa paspor,” jelas Effendy Choirie.”

Ada banyak nalar yang keblinger di sini. Pertama, Si Iqbal itu menyebut Astro membatasi akses informasi khususnya sepakbola. Hah? Apakah sepakbola itu begitu pentingnya sehingga perlu dianggap informasi. Kalau hanya sekedar informasi toh bisa melihat hasilnya melalui siaran berita TV atau koran. Dimana dibatasinya? Ini bener-bener gebleg, asal mangap.

Kedua, kalau memang mereka benar-benar tak punya uang, bukannya sebaiknya berfikir bagaimana caranya mencari uang bukan membuang waktu nonton bola? Apakah dengan nonton bola perut jadi kenyang?. Bukannya juga lebih baik bekerja cari duit daripada unjukrasa ke DPR? Atau mereka dapat duit dari unjuk rasa? Lantas siapa yang membayari mereka? Jika melihat hubungan antara unjukrasa, koran yang memuat dan juga anggota DPR yang menerimanya tak sulit untuk menemukan jawabannya.

Jika membaca komentar Anggota Dewan yang Terhormat Effendy Choirie, saya lantas bertanya-tanya apakah sebutan “yang terhormat” masih pantas disandangnya? Kalau komentar yang keluar dari Senayan kualitasnya seperti itu, ya pantas saja kalau banyak kalangan masyarakat tak menaruh hormat terhadap lembaga negara yang seharusnya terhormat itu.

Kalau ada orang asing masuk tanpa paspor ke negeri kita ya gampang saja, tinggal deportasi saja. Tapi secara nalar ya apa ada perusahaan yang sudah menanamkan uang lebih dari seratus juta dollar dan akan terus bertambah mau kehilangan investasinya hanya karena keteledoran “kecil” masuk ke Indonesia tanpa izin? Hanya pengusaha gebleg dan keblinger yang akan melakukan hal itu dan Astro tidak tergolong perusahaan macam itu.

Saya cuma mengurut dada saja lha kok masih ada saja kalangan elit kita kalau memberi komentar itu asal bunyi. Atau memang taraf kita masih segitu kali ya. Capek deh.

7 comments:

edliadi said...

mas riza, tulisan ini mendingan dimuat di surat pembaca aja, biar orang-orang pada terbuka mata dan pikirannya.

-edli@awani-

andri akbar said...

mana berani mass...
naif sekali anda!

pertama : mas riza tidak siap meladeni counter tulisan yang pasti banyak di buat oleh para ahli, dan para 'ahli'. harap maklum, ini tulisan emosi isi hati, bukan tulisan isi kepala.

kedua : mas riza tidak siap bahkan tentu saja takut dengan reaksi akar rumput yang darahnya cepet sekali naek ke ubun2. bola termasuk agama yang dianut masyarakat bawah kita mas...jadi ini unsurnya termasuk sara jg

ketiga : loe pikir astro ga kalang kabut? astro mana? itu astro malaysia...

keempat : meski ketiga poin diatas bukan masalah buat saya, tapi saya ga yakin mas riza orang yang cukup bernyali ;)

mas riza, peace.

An69a said...

Kalau memang tidak ada pasal-pasal yang dilanggar astro, saya rasa astro harus berani jalan terus dengan kebijakannya dan jangan malah melanggar kontrak dengan pemegang hak siar. Salah langkah malah bisa-bisa BPL hilang sama sekali dari bumi pertiwi.

Saya bukan pelanggan astro. Saya cuma gerah dengan perilaku petinggi negeri ini yang sukanya mengatasnamakan kepentingan rakyat demi kepentingan segelintir kelompok/golongan. Maklum pemilu sudah dekat kali ya?

Kasus astro...kasus Time...cikal bakal matinya industri media di Indonesia karena permainan politik...

Fret's said...

Praktek Premanisme yang dilakukan pemerintah adalah hal yang memalukan...

Tapi Liga Inggris sudah menjadi tayangan berkelas untuk sebagian besar Masyarakat Indonesia. Ketika ada pembatasan untuk melihat tayangan berkelas hanya untuk kalangan "orang berduit" tentu akan menyesakkan dada sebagian besar orang Indonesia yang "tidak berduit".

Mungkin Mas Riza bisa memandang hal ini "Praktek Premanisme Pemerintah" sebagai hal yang agak BETUL atau BENAR apabila Mas Riza pernah merasakan susahnya menjadi "Orang yang tidak berduit & selalu dipinggirkan oleh orang berduit"

Buka Mata & Pikiran anda kepada Lingkungan anda dimana anda hidup.... Banyak orang susah disekitar kita yang butuh Hiburan dengan Gratis meskipun saya tau banyak Hal di dunia ini yang ga gratis hehehehehe

babanyakayril said...

”Bagi kami yang kebanyakan dari masyarakat miskin, uang sebesar Rp200.000 sangat memberatkan. Jangankan segitu, untuk makan saja kami susah,”kata Iqbal.
wah, wah, wah, padahal mereka bisa dengan enteng membeli sebungkus rokok seharga Rp7.000 setiap hari yang kalau diakumulasikan menjadi Rp210.000 terbakar menjadi asap dan racun setiap bulannya--itu juga dengan asumsi sehari hanya menghabiskan sebungkus rokok. Kalau sehari lebih dari sebungkus? ya hitung aja sendiri.
Jadi sebenarnya, Rp200.000 sebulan itu berat atau tidak ya?

Anonymous said...

mas riza,ternyata orang kita belum bisa melek moto dengan adanya hal ini.Kapan kita bisa majunya......kepentingan politik masih bermain disini

Anonymous said...

mas riza,ternyata orang kita belum bisa melek moto dengan adanya hal ini.Kapan kita bisa majunya......kepentingan politik masih bermain disini