8 December 2008

Mereka Telah Menghina Kita

Sekarang ini sulit bagi mata kita untuk tak bersua dengan bendera partai. Di mana pun kita berada beragam warna bendera partai mengepung kita. Lambaiannya seolah membujuk kita untuk memilih partai pemilik bendera nanti saat hari pencoblosan tiba.

Tapi betulkah kita akan terbujuk. Benarkah cara berkampanye saat ini dengan hanya memasang bendera? Benarkah bahwa dengan hanya memasang bendera lantas partai-partai itu merasa sudah berkampanye?

Saya suka bertanya-tanya dalam hati apa yang ada di otak para petinggi partai ketika memutuskan untuk berkampanye dengan hanya memasang bendera? Apakah mereka berfikiran dengan memasang bendera lantas dari para pemilih akan muncul kesadaran politik dan kemudian memilih partai yang berkampanye dengan bendera partai?

Selain bendera sekarang juga banyak foto para caleg bertebaran. Jalanan yang sudah riuh rendah dengan bendera kini makin riuh dengan tebaran foto caleg dalam ukuran raksasa, Dan hampir semuanya tersenyum! Seolah ingin memberi kesan mereka adalah orang yang ramah dan berbudi baik.

Tentu saja sebagian besar kita bukan orang yang bisa menebak budi pekerti dan keramah-tamahan orang hanya dengan melihat foto. Siapa tahu di balik segala senyum ramah di foto itu sebenarnya tersenyembunyi sosok yang korup, yang suka mencuri hak orang lain dan tak peduli akan konstituen yang diwakilinya?

Bagaimana kita bisa yakin bahwa dari melihat foto plus pajangan gelar mereka itu adalah sosok yang tepat untuk mewakili kita, para pemilih?

Kalau kita lihat wajah-wajah para anggota DPR yang terhormat sekarang ini, tak satu pun yang berwajah penjahat, tak satu pun berwajah preman yang sekarang ini sedang banyak ditangkapi Polisi. Begitu juga wajah para anggota DPR yang sekarang yang ditangkap KPK karena tersangkut perkara korupsi, tak satu pun memenuhi kriteria “wajah penjahat.”

Lantas bagaimana kita bisa memastikan bahwa para caleg yang fotonya penuh senyum dan berwajah ramah nantinya tidak akan berurusan dengan KPK atau Gedung Bundar Kejaksaan Agung?. Atau tak akan pernah disidang oleh Badan Kehormatan DPR karena melanggar aturan DPR karena bertindak asusila?

Pertanyaan di atas tak akan ada jawaban yang pasti jika mereka hanya berkampanye dengan menjual foto diri. Foto ukuran raksasa itu hanya sekedar memberi tahu bahwa Si Polan sekarang jadi caleg, tak lebih dari itu.

Kita tak akan pernah tahu komitmen politik si caleg, bagaimana rencana dia jika terpilih nanti akan mewakili daerah pemilihannya, bagaimana dia bersikap terhadap suap dan segala uang tak halal yang berseliweran di DPR.

Lantas bagaimana sikap kita menghadapi model kampanye yang masih “udik“ dan tak berpendidikan seperti itu.

Jawabannnya sederhana, jangan pilih mereka. Kita harus tuntut partai dan caleg untuk berbuat lebih dari sekedar pasang bendera dan memasang foto penuh senyum itu. Minta mereka jangan menghina kecerdasan kita bahwa kita cukup puas dengan hanya melhat kibaran bendera partai dan tebaran foto caleg. Kita, para pemilih, harus tuntut mereka menyebarkan manifesto politik dan kontrak politik jika nanti terpilih.

Tentu saja manifesto politik dan segala janji tak cukup, tapi itu semua masih lebih baik daripada sekedar kibaran bendera partai dan tebaran senyum para caleg di jalan-jalan.